Metroxpose.com Karo - Pakar Hukum dan Filsafat Universitas Sumatera Utara Roy Fachraby Ginting SH M.Kn mengatakan bahwa saat ini kelompok lanjut usia atau lansia memiliki risiko tinggi terkena penyakit bahkan meninggal dunia pasca pandemi Covid-19. Sebab, di usia itu lansia memiliki beragam penyakit seperti, hipertensi, diabetes, paru hingga penyakit jantung. Adanya pandemi Covid-19 ini menurut Roy Fachraby justru meningkatkan risiko sakit dan berujung kematian pada lansia. Hal ini di sampaikan Roy Fachraby dalam memperingati hari lansia sedunia
Menurut Roy Fachraby Ginting yang merupakan akademisi USU yang cukup kritis ini menyampaikan bahwa peraturan hukum di Indonesia mengenai lansia yang diatur dalam Undang-Undang No.13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia, KUH Perdata, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga masih belum melindungi kesejahteraan lansia secara penuh. Undang- Undang Kesejahteraan Lansia dimana dalam pengaturannya terdapat beberapa kekurangan seperti dalam hal wewenang kewajiban antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan pelayanan sosial lansia. Serta hukum keluarga di Indonesia belum benar-benar melindungi hak-hak lansia dan diperlukan peninjauan lebih lanjut mengenai permasalahan lansia di Indonesia dan pengaturannya, kata Roy Fachraby Ginting.
Dikatakan Roy, perlindungan kesehatan hingga tindakan pengawasan secara ketat oleh Pemerintah dan Negara kepada lansia sangat diperlukan sehingga perlu dukungan dari elemen masyarakat.
“Tidak selesai dengan pemerintah tapi juga dukungan organisasi non pemerintah (NGO) baik lansia yang mandiri maupun yang tergantung sebagian maupun total. Perlu penanganan dan pelayanan yang bagus agar kesehatan lansia lebih baik lagi,” kata Roy Fachraby Ginting dalam keterangan pers nya.
Salah satu kunci untuk meningkatkan kesehatan kepada para lansia adalah dengan memberikan dukungan bagi lansia untuk menjaga hidup sehat lewat relawan lingkungan dan partisipasi sosial. Bagi lansia yang tinggal dengan anggota keluarga menurutnya diperlukan dukungan berupa kecukupan asupan makanan, menjaga kebersihan, mencipatakan kondisi lingkungan yang menyenangkan bagi lansia.
“Lingkungan yang saling menyayangi sangat penting selain mengajak lansia untuk kontrol kesehatan rutin, selalu bergembira namun tetap berkarya dengan rajin baca tulis,” ungkap Roy Fachraby Ginting.
Dikatakan Roy Fachraby yang dosen serta staff pengajar Ilmu Filsafat Fakultas Kedokteran Gigi USU ini, pandemi wabah Covid-19 meningkatkan jumlah keluarga jatuh miskin sangat meningkat dan yang kelompok masyarakat rentan menjadi miskin. Keluarga yang berisiko jadi miskin akan berdampak pada lansia yang selama ini bergantung dengan pasangan maupun anggota keluarga yang terdampak covid, katanya.
Roy menyatakan bahwa jaminan perlindungan sosial dari pemerintah sangat penting agar memastikan masyarakat dapat bisa mengakses fasilitas kesehatan, pelayanan dasar dan pelayanan sosial secara efektif. Roy menyebutkan saat ini sebagian besar orang tua lanjut usia hidup dengan kondisi yang sungguh mengkhawatirkan.
Roy Fachraby juga menyebutkan bahwa sekitar 2 juta orang lansia yang berumur di atas 65 tahun hidup miskin. Dari jumlah tersebut sekitar 1,7 juta lansia tidak bisa hdup mandiri, dan 11,3 persen yang lanjut usia megalami depresi, katanya.
Roy menyebutkan bahwa lansia perempuan umurnya lebih panjang dibanding lansia laki-laki meski sehat, namun masih mengkhawatirkan,” kata Roy Fachraby Ginting yang juga dosen dan staff pengajar Hukum Bisnis di Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU ini.
Dikatakannya, Pemerintah hendaknya menaruh perhatian besar terhadap kaum orang tua lanjut usia (lansia) dan hal itu tentu dibuktikan dengan memberikan jaminan sosial (jamsos), baik kesehatan maupun perlindungan kesehatan kepada semua lansia di Indonesia dengan memperoleh hak-hak jaminan sosial dan kesehatan. Sudah semestinya para lansia terutama yang dinilai kurang mampu atau memiliki keterbatasan ekonomi wajib memperoleh hak jaminan sosial dan kesehatan tersebut dengan terjamin, kata Roy Fachraby.
Roy juga mengingatkan agar pemerintah hendaknya memperbaiki Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). DTKS ini acuan dalam memberikan bantuan sosial atau jaminan sosial bagi masyarakat. Kita harus perbaiki data inclusive dan exclusive error, termasuk untuk lansia, harapnya.
Roy juga mengharapkan agar pemerintah mengupayakan jaminan sosial dan kesehatan bagi para lansia secara menyuruh berupa menyiapkan Jaminan Hari Tua dan Pensiun yang tentu sangat dibutuhkan untuk menjamin kehidupan para lansia.
Roy Fachraby juga menilai bahwa perlindungan sosial dari pemerintah belum sepenuhnya memberikan perlindungan secara menyeluruh untuk mengurangi beban finansial kelompok lansia.
”Bansos tunai masih fokus pada pengurangan beban konsumsi, lanjut usia belum mendapatkan kebebasan finansial,” ujarnya.
Roy juga mengatakan bahwa usia harapan hidup para lansia Indonesia dari tahun 1960 hingga sekarang ini jauh tertinggal dibandingkan dengan negara lain di Asia tenggara dikarenakan minimnya pelayanan kesehatan.
“Sebagian besar lansia kita hidup di tiga generasi, dimana satu rumah ditinggal anak dan cucunya,” katanya.
Bila di negara lain pengobatan lansia dibebankan kepada negara maka di Indonesia sebagian besar lansia yang sakit berobat dengan biaya mandiri.
“Sebagian besar yang sakit mengobati sendiri, dibebankan ke anak dan cucunya untuk biaya pengobatan,” tuturnya.
Di hampir sebagian besar negara seperti Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand, jaminan perlindungan sosial lansia hanya mensyaratkan usia 60 tahun maka di Indonesia jaminan perlindungan sosial lansia berupa Program Bantuan Asistensi Sosial Lanjut Usia Terlantar (ASLUT) diberikan dengan syarat usia 70 tahun, hal ini sangat berbeda dengan negara Asean lainnya yang hanya 60 tahun, kata Roy Fachraby Ginting dengan prihatin.(ERI/MX).
Menurut Roy Fachraby Ginting yang merupakan akademisi USU yang cukup kritis ini menyampaikan bahwa peraturan hukum di Indonesia mengenai lansia yang diatur dalam Undang-Undang No.13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia, KUH Perdata, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga masih belum melindungi kesejahteraan lansia secara penuh. Undang- Undang Kesejahteraan Lansia dimana dalam pengaturannya terdapat beberapa kekurangan seperti dalam hal wewenang kewajiban antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan pelayanan sosial lansia. Serta hukum keluarga di Indonesia belum benar-benar melindungi hak-hak lansia dan diperlukan peninjauan lebih lanjut mengenai permasalahan lansia di Indonesia dan pengaturannya, kata Roy Fachraby Ginting.
Dikatakan Roy, perlindungan kesehatan hingga tindakan pengawasan secara ketat oleh Pemerintah dan Negara kepada lansia sangat diperlukan sehingga perlu dukungan dari elemen masyarakat.
“Tidak selesai dengan pemerintah tapi juga dukungan organisasi non pemerintah (NGO) baik lansia yang mandiri maupun yang tergantung sebagian maupun total. Perlu penanganan dan pelayanan yang bagus agar kesehatan lansia lebih baik lagi,” kata Roy Fachraby Ginting dalam keterangan pers nya.
Salah satu kunci untuk meningkatkan kesehatan kepada para lansia adalah dengan memberikan dukungan bagi lansia untuk menjaga hidup sehat lewat relawan lingkungan dan partisipasi sosial. Bagi lansia yang tinggal dengan anggota keluarga menurutnya diperlukan dukungan berupa kecukupan asupan makanan, menjaga kebersihan, mencipatakan kondisi lingkungan yang menyenangkan bagi lansia.
“Lingkungan yang saling menyayangi sangat penting selain mengajak lansia untuk kontrol kesehatan rutin, selalu bergembira namun tetap berkarya dengan rajin baca tulis,” ungkap Roy Fachraby Ginting.
Dikatakan Roy Fachraby yang dosen serta staff pengajar Ilmu Filsafat Fakultas Kedokteran Gigi USU ini, pandemi wabah Covid-19 meningkatkan jumlah keluarga jatuh miskin sangat meningkat dan yang kelompok masyarakat rentan menjadi miskin. Keluarga yang berisiko jadi miskin akan berdampak pada lansia yang selama ini bergantung dengan pasangan maupun anggota keluarga yang terdampak covid, katanya.
Roy menyatakan bahwa jaminan perlindungan sosial dari pemerintah sangat penting agar memastikan masyarakat dapat bisa mengakses fasilitas kesehatan, pelayanan dasar dan pelayanan sosial secara efektif. Roy menyebutkan saat ini sebagian besar orang tua lanjut usia hidup dengan kondisi yang sungguh mengkhawatirkan.
Roy Fachraby juga menyebutkan bahwa sekitar 2 juta orang lansia yang berumur di atas 65 tahun hidup miskin. Dari jumlah tersebut sekitar 1,7 juta lansia tidak bisa hdup mandiri, dan 11,3 persen yang lanjut usia megalami depresi, katanya.
Roy menyebutkan bahwa lansia perempuan umurnya lebih panjang dibanding lansia laki-laki meski sehat, namun masih mengkhawatirkan,” kata Roy Fachraby Ginting yang juga dosen dan staff pengajar Hukum Bisnis di Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU ini.
Dikatakannya, Pemerintah hendaknya menaruh perhatian besar terhadap kaum orang tua lanjut usia (lansia) dan hal itu tentu dibuktikan dengan memberikan jaminan sosial (jamsos), baik kesehatan maupun perlindungan kesehatan kepada semua lansia di Indonesia dengan memperoleh hak-hak jaminan sosial dan kesehatan. Sudah semestinya para lansia terutama yang dinilai kurang mampu atau memiliki keterbatasan ekonomi wajib memperoleh hak jaminan sosial dan kesehatan tersebut dengan terjamin, kata Roy Fachraby.
Roy juga mengingatkan agar pemerintah hendaknya memperbaiki Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). DTKS ini acuan dalam memberikan bantuan sosial atau jaminan sosial bagi masyarakat. Kita harus perbaiki data inclusive dan exclusive error, termasuk untuk lansia, harapnya.
Roy juga mengharapkan agar pemerintah mengupayakan jaminan sosial dan kesehatan bagi para lansia secara menyuruh berupa menyiapkan Jaminan Hari Tua dan Pensiun yang tentu sangat dibutuhkan untuk menjamin kehidupan para lansia.
Roy Fachraby juga menilai bahwa perlindungan sosial dari pemerintah belum sepenuhnya memberikan perlindungan secara menyeluruh untuk mengurangi beban finansial kelompok lansia.
”Bansos tunai masih fokus pada pengurangan beban konsumsi, lanjut usia belum mendapatkan kebebasan finansial,” ujarnya.
Roy juga mengatakan bahwa usia harapan hidup para lansia Indonesia dari tahun 1960 hingga sekarang ini jauh tertinggal dibandingkan dengan negara lain di Asia tenggara dikarenakan minimnya pelayanan kesehatan.
“Sebagian besar lansia kita hidup di tiga generasi, dimana satu rumah ditinggal anak dan cucunya,” katanya.
Bila di negara lain pengobatan lansia dibebankan kepada negara maka di Indonesia sebagian besar lansia yang sakit berobat dengan biaya mandiri.
“Sebagian besar yang sakit mengobati sendiri, dibebankan ke anak dan cucunya untuk biaya pengobatan,” tuturnya.
Di hampir sebagian besar negara seperti Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand, jaminan perlindungan sosial lansia hanya mensyaratkan usia 60 tahun maka di Indonesia jaminan perlindungan sosial lansia berupa Program Bantuan Asistensi Sosial Lanjut Usia Terlantar (ASLUT) diberikan dengan syarat usia 70 tahun, hal ini sangat berbeda dengan negara Asean lainnya yang hanya 60 tahun, kata Roy Fachraby Ginting dengan prihatin.(ERI/MX).