MetroXpose.com Jakarta - Kasus perusakan belasan makam di wilayah Mojo, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo dalam satu kompleks permakaman umum Cemoro Kembar oleh anak-anak yang berasal dari tempat pembelajaran informal. Praktisi Hukum Adv Kamaruddin Simanjuntak,S.H yang juga Ketua umum PDRIS menyoroti keputusan walikota solo yang akan menutup sekolah anak-anak tersebut.
Baca Juga | BreakingNews, Mayat Ditemikan dengan Kondisi Kening Jevol Diduga Ditembak OTK
Menurut dia sangat disayangkan sebab kesalahan bukan dari sekolah tersebut tetapi pengajarnya yang perlu dipertanyakan karena sekolah adalah tempat untuk mencari ilmu dan menelurkan tunas bangsa dinasa depan.
Justru menurut kamarudin kesalahan bukan dari anak karena prilaku itu mereka dapat dari ajaran yang diterima dari orang yang selalu menjadi panutannya seperti orang tua dan guru bila disekolah.
Menurut dia sangat disayangkan sebab kesalahan bukan dari sekolah tersebut tetapi pengajarnya yang perlu dipertanyakan karena sekolah adalah tempat untuk mencari ilmu dan menelurkan tunas bangsa dinasa depan.
Justru menurut kamarudin kesalahan bukan dari anak karena prilaku itu mereka dapat dari ajaran yang diterima dari orang yang selalu menjadi panutannya seperti orang tua dan guru bila disekolah.
Baca Juga | Sempat Viral, Sekuriti Pajak Simpang Limun Aniaya Pengemis Disabilitas Ditangkap Petugas
Kamarudin mengatakan,semestinya yang disalahkan adalah siapa orang tuanya atau gurunya sehingga harus diselidiki dengan benar dan pemerintah baik dari pusat maupun tingkat paling bawah harus juga bertanggung jawab dalam mendidik anak sehingga tidak terpapar paham radikalisme secara dini.
Menurut kamarudin pelaku pengerusakan Kuburan Dapat Dipidana Denga Pertama dikenakan Pasal 406 KUHP:
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan,merusakkan,membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau, Sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
Selain itu juga bisa dijerat Pasal 170 KUHP:
Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga Bersama menggunakkan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan
Disisi lain juga dikenakan Pasal 179 KUHP:
Barangsiapa dengan sengaja menodai kuburan, atau dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan atau merusak tanda peringatan di tempat kuburan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan
Lalu kalau yang melakukan anak- anak masih dibawah umu ada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Penjara Anak (SPPA) merupakan pengganti dari UU RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
Pasal 69 Ayat (2) UU SPPA disebutkan, pelaku tindak pidana anak dapat dikenakan dua jenis sanksi, yakni:
Tindakan bagi pelaku tindak pidana yang berumur di bawah 14 tahun dan
Sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana yang berumur 15 tahun ke atas
Pasal 82 UU SPPA disebutkan bahwa yang dimaksud sanksi Tindakan adalah dikembalikan kepada orang tua/wali,penyerahan kepada seseorang, perawatan di rumah sakit jiwa, perawatan di LKPS, kewajiban mengikuti Pendidikan formal/pelatihan yang diadakan pemerintah atau badan swasta, pencabutan surat izin mengemudi dan perbaikan akibat tindak pidana.
Pasal 71 UU SPPA yang terdiri dari:
Pidana Pokok yakni pidana peringatan,pidana dengan syarat seperti pembinaan di luar Lembaga, pelayanan masyarakat atau pengawasan, pelatihan kerja, pembinaan dalam Lembaga hingga penjara
Pidana tambahan terdiri dari perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana atau pemenuhan keawjiban adat.
Anak yang melakukan tindak pidana dapat ditahan dengan syarat anak tersebut telah berumur 14 tahun atau diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman penjara 7 tahun atau lebih.
Dengan Demikian penutupan sekolah oleh Gibran selaku Walikota Solo sangat tidak tepat, kecuali dengan alasan Covid-19 agar tidak tertular, maka ditutup sementara waktu, namun apabila karena kenakalan remaja, sangat tidak tepat, justru kenakalan remaja akibat dugaan adanya Motif Doktrin Yang Salah Pada Anak-Anak Tersebut , perlu diedukasi agar doktrin radikalisme & Intoleransi itu bisa hilang dari hati dan pikiran anak-anak melalui Pendidikan. JPS (Ali/MX)
Kamarudin mengatakan,semestinya yang disalahkan adalah siapa orang tuanya atau gurunya sehingga harus diselidiki dengan benar dan pemerintah baik dari pusat maupun tingkat paling bawah harus juga bertanggung jawab dalam mendidik anak sehingga tidak terpapar paham radikalisme secara dini.
Menurut kamarudin pelaku pengerusakan Kuburan Dapat Dipidana Denga Pertama dikenakan Pasal 406 KUHP:
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan,merusakkan,membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau, Sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
Selain itu juga bisa dijerat Pasal 170 KUHP:
Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga Bersama menggunakkan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan
Disisi lain juga dikenakan Pasal 179 KUHP:
Barangsiapa dengan sengaja menodai kuburan, atau dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan atau merusak tanda peringatan di tempat kuburan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan
Lalu kalau yang melakukan anak- anak masih dibawah umu ada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Penjara Anak (SPPA) merupakan pengganti dari UU RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
Pasal 69 Ayat (2) UU SPPA disebutkan, pelaku tindak pidana anak dapat dikenakan dua jenis sanksi, yakni:
Tindakan bagi pelaku tindak pidana yang berumur di bawah 14 tahun dan
Sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana yang berumur 15 tahun ke atas
Pasal 82 UU SPPA disebutkan bahwa yang dimaksud sanksi Tindakan adalah dikembalikan kepada orang tua/wali,penyerahan kepada seseorang, perawatan di rumah sakit jiwa, perawatan di LKPS, kewajiban mengikuti Pendidikan formal/pelatihan yang diadakan pemerintah atau badan swasta, pencabutan surat izin mengemudi dan perbaikan akibat tindak pidana.
Pasal 71 UU SPPA yang terdiri dari:
Pidana Pokok yakni pidana peringatan,pidana dengan syarat seperti pembinaan di luar Lembaga, pelayanan masyarakat atau pengawasan, pelatihan kerja, pembinaan dalam Lembaga hingga penjara
Pidana tambahan terdiri dari perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana atau pemenuhan keawjiban adat.
Anak yang melakukan tindak pidana dapat ditahan dengan syarat anak tersebut telah berumur 14 tahun atau diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman penjara 7 tahun atau lebih.
Dengan Demikian penutupan sekolah oleh Gibran selaku Walikota Solo sangat tidak tepat, kecuali dengan alasan Covid-19 agar tidak tertular, maka ditutup sementara waktu, namun apabila karena kenakalan remaja, sangat tidak tepat, justru kenakalan remaja akibat dugaan adanya Motif Doktrin Yang Salah Pada Anak-Anak Tersebut , perlu diedukasi agar doktrin radikalisme & Intoleransi itu bisa hilang dari hati dan pikiran anak-anak melalui Pendidikan. JPS (Ali/MX)