MetroXpose.com, Jakarta - Memasuki New Normal dan tahun ajaran baru sekolah, banyak persiapan yang dilakukan masyarakat khususnya para orang tua. Umumnya diketahui orang tua murid bekerja dan beraktivitas untuk menghidupi kebutuhan keluarga setiap hari. Pusat Perbelanjaan dibeberapa kota besar sudah dibuka dengan penerapan protokoler kesehatan yang ketat, Yang terbaru, sekaligus bisa menjadi tradisi dan peradaban baru bangsa ini ke depan adalah pengaturan shift jam kerja karyawan. Sebenarnya ini bukan barang baru. Hanya saja belum pernah diaplikasikan.
Baca Juga | Evaluasi Kinerja Cipta Kondisi Kamtibmas Polres Nias, 84 Persen Penyelesaian Kasus Dituntaskan
Kebijakan itu dituang dalam Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020 tentang pengaturan jam kerja pada adaptasi kebiasaan baru menuju masyarakat produktif dan aman dari Covid-19 di wilayah Jabodetabek.
Tanpa kecuali, per 15 Juni 2020, pegawai negari (ASN), pegawai BUMN, karyawan outsourcing maupun swasta harus mematuhi kebijakan kerja dua shift.
Diketahui, banyak kalangan pekerja menggunakan fasilitas kendaraan umum saat berangkat dan pulang kerja. Contoh, untuk Jabodetabek, 75 persen pengguna KRL adalah kaum pekerja. Dari jumlah itu, 45 persen bergerak di kisaran jam yang sama, yakni antara pukul 05.30 – 06.30.
Alhasil, keputusan Ketua Gugus Tugas Doni Monardo menerapkan sistem shift bagi para pekerja, tak pelak menjadi solusi ampuh di masa pandemic. Shift pertama, mulai kerja pukul 07.00 dan 07.30 WIB, dan berakhir pukul 15.00 dan 15.30 WIB. Shift kedua, jam kerja dimulai pukul 10.00 dan 10.30 WIB, dan berakhir pukul 18.00 dan 18.30 WIB.
Menurut Wisnu Widjaja, Deputi Bidang Sistem dan Strategi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ide jam kerja sistem shift itu bukanlah ide baru.
"Setahu saya, Institut Teknologi Bandung (ITB) pernah melakukan penelitian terkait shift kerja. Kemudian, Badan Litbang Kementerian Perhubungan (Kemenhub) juga pernah melakukan kajian seputar shift kerja," ungkap Wisnu.
“Apa boleh buat, semua kajian dan penelitian itu berhenti di atas meja pimpinan. Tidak ada satu pun pejabat yang mengeksekusi. Dan baru pak Doni Monardo yang berani mengeksekusi. Momentumnya pun sangat tepat,” ujar Wisnu Widjaja.
Pengaturan dua shift tadi diharapkan mampu mengatasi kerumuman calon penumpang, utamanya penumpang commuter line. “Apalagi hari Senin. Penelitian selama ini menunjukkan, penumpukan penumpang yang terparah terjadi di Senin pagi,” tambahnya.
Terkait Surat Edaran Gugus Tugas yang mengatur shift kerja tadi, menurut Wisnu juga bukan lahir begitu saja. Gugus Tugas sudah menggelar beberapa kali pertemuan dengan pihak Kementerian Perhubungan. Termasuk berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta.
“Finalnya rapat tanggal 10 Juni. Lalu tanggal 11-nya kami rapat dengan Litbang Kemenhub membahas riset pengaturan shift. Setelah matang, Ketua Gugus Tugas meneken SE tadi, yang mulai berlaku tanggal 15. Hanya saja, karena kesempatan sosialisasi yang terbatas, maka kami pun menyiapkan langkah antisipasi,” tambahnhya.
Beberapa antisipasi di antaranya menyiapkan ruang tunggu yang memadai bagi calon penumpang. Seperti di Stasiun Bogor, misalnya, area parkir kemudian diberi kursi tunggu dengan batas yang aman. Dengan begitu, masyarakat tidak berjubel. Ada juga pemikiran untuk menerbitkan serial tiket untuk kedua jam tadi.
Masih terkait antisipasi, Pemprov DKI Jakarta bahkan mengirim puluhan armada bus ke Bogor, Tangerang, Bekasi untuk memecah kemungkinan berjubelnya para penumpang yang hendak masuk kota Jakarta.
Dari survei Balitbang Kemenhub diketahui, 38,8 persen pengguna KRL adalah karyawan swasta. Kemudian di urutan kedua adalah ASN sebesar 36,1 persen. Di urutan ketiga adalah karyawan BUMN/BUMD sebesar 5,6 persen dan Honorer/Pekerja Kontrak sebesar 5,2 persen. Selebihnya barulah profesi lain. Hasil survei tersebut makin memantapkan Ketua Gugus Tugas untuk memberlakukan sistem shift.
Perihal krusial berikutnya adalah penentuan jeda. Bahwa akhirnya Gugus Tugas mengatur jeda tiga jam, itu juga dilandasi hasil survei.
Tentang ini, Sekretaris Daerah DKI Jakarta sempat membuat aturan sejenis dengan jeda dua jam. “Kami pun rapat intensif degan Pemprov DKI, akhirnya mereka setuju untuk merevisi peraturannya, disesuaikan dengan SE Gugus Tugas, yakni jeda tiga jam,” tutupnya (Ayu/MX)