MetroXpose.com, Makasar - Fenomena Tahun 2020 diawali serangan virus corona yang memiliki ukuran 150 nanometer yg mampu menyebar cepat menjangkiti manusia keseluruh penjuru dunia. Hal ini membuat beberapa negara dibelahan dunia menerapkan kebijakan Lockdown dalam rangka mencegah penyebaran virus Corona.
Data terbaru kasus COVID-19 diumumkan oleh juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, Achmad Yurianto (Yuri), lewat siaran langsung kanal YouTube BNPB Indonesia, Rabu (8/4/2020). Bila dibandingkan dengan data pada Selasa (7/4) kemarin, ada pertambahan 218 kasus positif COVID-19.
Dengan demikian, jumlah total kasus positif COVID-19 di Indonesia saat ini ada 2.956 Jumlah orang yang sembuh meningkat 18 dibanding data kemarin, sehingga total ada 222 orang yang sembuh. Jumlah kematian meningkat 19 orang sehingga total menjadi 240 orang yang meninggal dunia.
Tingkat kematian (case fatality rate/CFR) kasus positif COVID-19 adalah 8,11% pada hari ini. Presiden sebagai panglima tertinggi angkatan perang berwenang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil, keadaan darurat militer, dan keadaan perang. Menindaklanjuti Keppres Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Covid-19 di Lingkungan Pemda, mendagri menerbitkan surat edaran pembentukan gugus tugas penanganan Covid-19 di daerah. Para gubernur dan bupati menjadi kepala gugus tugas. Kekuatan Polri dan TNI di provinsi, kabupaten, dan kota sepenuhnya mendukung kepala gugus tugas.
Pemerintah membangun rumah sakit khusus pasien terpapar corona di Pulau Galang Riau. Dengan tingkat penularan yang tinggi, berbagai negara menyedikan rumah sakit khusus bagi penderita Covid-19.
Kesadaran akan bahaya virus corona dan pentingnya berbagai cara untuk memutus rantai penyebaran corona. Pemerintah harus lebih agresif memimpin semua kekuatan di Indonesia untuk pertama, memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19 dengan berbagai cara. Kedua, meningkatkan kapasitas medis agar setiap warga terpapar, terutama pasien yang sudah PDP, bisa mendapatkan perawatan di rumah sakit dan pelayanan medis yang baik. Ketiga, mencegah penurunan daya beli masyarakat.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa di Tahun 2020 Indonesia akan menyelenggarakan Pilkada Serentak 23 September di 270 daerah 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Ditengah kesibukan mempersiapkan proses Tahapan Pemilu ini muncul peristiwa yang menjadi keprihatinan bersama, Wabah Virus Corona 2019 (Covid-19).
Pandemic yang melanda dunia ini turut dirasakan masyarakat di Tanah Air. Pada gilirannya pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menetapkan masa darurat nasional Covid-19 hingga 29 Mei 2020. Dengan Status darurat nasional yang di tetapkan oleh BNPB. Ketua KPU RI mengatakan bahwa Ada empat tahapan yang dilakukan penundaan yakni pelantikan Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan masa kerja PPS, verifikasi faktual calon perseorangan, pembentukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) dan pemutakhiran data pemilih. Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilaksanakan bersama pemerintah yang diwakili oleh Kemendagri, Komisi II DPR RI, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Hasil rapat tersebut menyepakati dilakukannya penundaan pelaksanaan pemilihan. KPU mengusulkan tiga opsi jadwal penundaan, yaitu 9 Desember 2020, 17 Maret 2021 atau 29 September 2021. Usulan penundaan tersebut diiringi komitmen untuk merealokasi anggaran yang belum terpakai untuk penyelesaian penanganan pandemik Covid-19.
Namun tiga opsi tersebut sudah di luar jadwal yang diatur dalam Undang-undang (UU) 10 Tahun 2016 dimana Pasal 201 menyatakan bahwa kepala daerah hasil pemilihan 2015 dilaksanakan pemilihan kembali pada September 2020. Karenanya terkait dengan tiga opsi yang diusulkan tersebut maka terjadi kekosongan hukum. Dalam hal ini maka diperlukan adanya Paraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang mengatakan Presiden berhak menetapkan Perppu dalam hal ihwal kegentingan memaksa Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan dampak dari penundaan tahapan pilkada bisa menggeser hari pemungutan suara.Titi pun meminta agar pilkada serentak tidak dipaksakan untuk dilakukan pada tahun 2020 karena akan menggangu kualitas penyelenggaraan.
Kalau diteruskan sangat mungkin para pihak bekerja dengan rasa tidak aman, was-was, dan ini bisa mempengaruhi kualitas hasil kerja mereka. Kalau orang kerja di bawah kekhawatiran, ketakutan, maka tidak akan maksimal memenuhi tanggung jawabnya.
Sumber Narasi Bentuk Opini
Penulis : Alwi Iwsar (082195586792)
Editor : Lamtoro