"Menanggungnya Tanggung " Ada Obat Kanker Yang Tidak Masuk Tanggungan BPJS ... - Metroxpose News and Campaign

Headline

Made with PhotoEditor.com
WARTAWAN METROXPOSE.COM DALAM PELIPUTAN TIDAK DIBENARKAN MENERIMA IMBALAN DAN SELALU DILENGKAPI DENGAN KARTU IDENTITAS SERTA SURAT TUGAS DAN TERTERA DI BOX REDAKSI # ANDA MEMPUNYAI BERITA LIPUTAN TERUPDATE DAN REALTIME DAPAT ANDA KIRIMKAN LEWAT WHATSAPP # ANDA TERTARIK JADI JURNALIS? KIRIMKAN LAMARAN ANDA KE # REDAKSI +6288261546681 (WA) email : metroxposeofficial@gmail.com # METROXPOSE.COM - News and Campaign 7 Tahun Menemani Ruang Baca Anda
Made with PhotoEditor.com
Made with PhotoEditor.com
Made with PhotoEditor.com

Sunday, July 21, 2019

"Menanggungnya Tanggung " Ada Obat Kanker Yang Tidak Masuk Tanggungan BPJS ...


Metroxpose.com, Jakarta - Program pemerintah yang mengharuskan masyarakat Indonesia ikut BPJS sangat bernilai positif, ditambah iyuran yang tidak begitu mahal dan bisa di akses di mana saja, tetapi Beban BPJS sekarang ini sangat tinggi dengan keterbatasan kuantitas dana yang ada saat ini,  Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor HK.01.07/Menkes/707/2018 yang dikeluarkan sejak 1 Maret 2019 membuat pasien kanker kolorektal metastasis kesulitan. Dalam keputusan tersebut, obat bevacizumab dan cetuximab dikeluarkan dari Formularium Nasional (Fornas) dan akibatnya pemberian obat ini tidak lagi ditanggung BPJS.
Menanggapi kondisi ini, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif Indonesia (IKABDI), dr. Abdul Hamid Rochanan, SpB-KBD, Mkes., menjelaskan bahwa pasien kanker kolorektal sangat dirugikan, kecuali pasien yang memiliki asuransi lain selain BPJS. Karena tanpa pengobatan,sel kanker tetap bertumbuh.

Sebagai contoh dengan kemoterapi saja, respons pengobatan mencapai 60 persen. Pada pasien yang memenuhi syarat untuk mendapatkan terapi target, harusnya respons terapi bisa meningkat sampai 70 persen.
"Artinya pengobatan menjadi tidak optimal,” ujarnya dikutip dari siaran pers yang diterima metroxpose, Jumat 19 Juli 2019.
Sampai detik ini belum ada pengganti obat bevacizumab. Oleh karenanya, pernyataan Kemenkes dan BPJS bahwa ada obat pengganti tidak tepat. Sebab yang dikatakan obat pengganti itu bukan terapi target melainkan obat kemoterapi lama.
Untuk itu, IKABDI tetap menyarankan agar resep kedua obat tersebut diberikan pada pasien kanker kolorektal. "Kami, IKABDI tidak secara politis menuntut pemerintah. Tetapi sebagai organisasi profesi, kami sudah menyampaikan pada semua klinisi yang memberikan layanan kepada pasien kanker untuk tetap meresepkan obat sesuai indikasi. Kalau memang pasien memerlukan bevacizumab ya tulis saja dalam resep. Masalah ditanggung atau tidak oleh BPJS itu di luar wewenang klinisi," kata dia.
Hal senada disampaikan oleh Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar yang menilai kebijakan penghapusan dua jenis obat kanker usus tersebut merupakan kegagalan pemerintah dalam mengatasi defisit keuangan BPJS Kesehatan.
“Memang per 1 Maret 2019 bevacizumab dan cetuximab dicabut dari Fornas. Setelah itu banyak muncul protes sehingga dibawa ke RDPU di DPR. Oleh Kemenkes dijanjikan untuk dikaji ulang atau dicabut keputusan tersebut. Faktanya sampai sekarang Kemenkes  tidak mematuhi, DPR juga tidak menagih. Dua obat ini sangat dibutuhkan pasien dari hasil kajian dokter ahli bedah digestif. Bahwa dua obat ini efektif untuk kanker kolorektal metastasis, imbuhnya (uli)